Senin, 22 September 2008

Brain Death ( Published on Harian Pikiran Rakyat Bandung )

Mati Batang Otak ,
Sampai Kapan Harus Ditunggu ?
( Ditulis saat menyelesaikan Pendidikan Spesialis Bedah Sarafdi FK Unpad antara 1995-2001)


Hippocrates :
dari otaklah datangnya kegembiraan, kesenangan, gelak tawa, senda gurau, dan duka cita, kesedihan, patah semangat dan keluhan. Dan dengan otak kita dapat berbuat bijak, mempelajari pengetahuan, melihat, mendengar dan hal lain aktivitas kehidupan.

Kasus kerusakan otak permanen akibat berbagai penyakit, semakin banyak terdeteksi seiring meningkatnya kemajuan teknologi kedokteran. Kerusakan permanen otak secara mendadak umumnya disebabkan gangguan sistem pembuluh darah, dapat berupa pecah atau tersumbatnya pembuluh darah sehingga otak tidak mendapat suplai makanan dan oksigen. Banyak hal dapat menjadi penyebab gangguan ini; stroke, benturan ( terbanyak akibat Kecelakaan Lalu Lintas), kelainan bentuk pembuluh darah adalah sebagian penyebab kasus ini. Kerusakan otak secara pelahan-lahan umumnya karena penyakit kronis ( menahun) yang sering terjadi pada lanjut usia.
Berbeda dengan sel tubuh lain, sel otak tidak memiliki kemampuan regenerasi, sehingga jika sel otak mati, tidak akan ada pertumbuhan sel otak baru untuk menggantikan sel yang mati tersebut. Kerusakan otak sebagian akan menimbulkan kecacatan sesuai fungsi sel yang rusak. Ibarat adanya bad sector di hard disc komputer, sehingga program yang tersimpan di sector tersebut tidak bisa digunakan. Kerusakan otak menyeluruh akan menimbulkan kematian sel otak menyeluruh, meski demikian penderita dapat masih berdenyut jantungnya, karena jantung mempunyai sistem kerja yang terpisah dan mandiri( autonom ).
Kondisi pasien tidak bernafas dan tidak ada gerakan tubuh tapi jantung berdenyut, secara medis dapat dinyatakan mati secara klinis. Seseorang dinyatakan mati klinis apabila telah ditemui tanda obyektif mati otak ( Brain Death ). Mati Otak terjadi bila ditemui adanya kerusakan otak luas dan ireversibel sehingga fungsi otak hilang. Mati Otak terbagi atas 2 macam : Mati Otak Besar ( Cerebral Death ) dan Mati Batang Otak ( Brain Stem Death ).

Pada Cerebral Death , keadaan yang dijumpai adalah koma, dan tidak dapat merespon segala rangsang, umumnya tidak bertahan lebihdari 10 – 14 hari.
Sedangkan Brain Stem Death : pasien tidak bernafas, tidak adanya respon reflex apapun, pupil mata melebar dan terfixir meski kepala digerakkan kekiri atau kekanan, reflex kedip mata hilang.
Pada dua keadaan diatas, denyut jantung masih ada. Hal ini karena jantung punya baterai tersendiri untuk menggerakkan otot – otot nya. Akan tetapi hal ini tidak dapat berlangsung lama, karena ibarat baterai handphone kalau tidak di charge lama-lama akan habis.
Umumnya pasien dengan mati batang otak masih belum dianggap mati oleh keluarganya. Atas permintaan keluarga, pasien dipertahankan di ruang ICU dengan alat bantu nafas ( respirator/ventilator ), obat-obatan dan mendapat makanan lewat slang yang terpasang ke tubuh. Dengan bantuan tersebut pasien masih dapat bertahan sesuai kekuatan batere otot jantungnya. Makin muda, makin kuat, sehingga makin lama dia bertahan. Jika denyut jantung dan tekanan darah melemah diberi tambahan obat untuk memperkuat denyut yang hanya berfungsi sementara. Semakin lama, keadaan ini akan semakin membebani mental dan finansial keluarga, sementara sebenarnya pasien sudah tidak mungkin diselamatkan.
Masyarakat umumnya memandang kematian terjadi setelah jantung berhenti. Pasien mati batang otak, sebenarnya sudah tidak mungkin hidup lagi. Karena pandangan masyarakat yang berbeda tentang konsep kematian serta belum memahami konsep mati batang otak, keadaan diatas masih banyak dijumpai di negara kita. Padahal apabila konsep ini diterima secara luas, dapat dilakukan banyak hal untuk kepentingan masyarakat banyak. Secara finansial juga tidak ada penggunaan uang sia-sia untuk ICU dan obat-obatan. Dari sisi kepentingan rumah sakit juga dapat memanfaatkan ICU untuk pasien lain yang membutuhkan dan masih ada harapan tertolong.
Manfaat utama jika konsep Mati Otak ini diterima secara luas adalah, program Transplantasi Organ. Setelah secara medis dinyatakan mati otak, sementara organ tubuh lain masih berfungsi, misalnya : kornea, ginjal, jantung dsb dapat didonorkan ke masyarakat yang membutuhkan. Jika menunggu setelah jantung berhenti berdenyut, sudah tidak dapat lagi organ – organ digunakan Di negara maju, program ini telah berjalan, dengan mempertimbangkan aspek hukum, agama, etika, serta tentu saja medis.
Kapan seseorang dinyatakan mati otak, merupakan hal yang sangat penting dan krusial dalam program ini. Dari aspek medis, diperlukan 3 bidang keahlian kedokteran untuk menyatakan seseorang mati otak : saraf, bedah saraf dan anestesi. Diperlukan pemeriksaan teliti dan dengan menggunakan alat untuk menegakkan diagnosa ini.
Kembali ke mati otak, sudah siapkah kita menerima konsep ini? Apakah kita harus mempertahankan pasien mati batang otak dengan alat bantu nafas ( respirator/ventilator ) selama mungkin ? Bersalahkah kalau kita melepas alat bantu nafas? Euthanasia kah ? Sementara itu, tegakah kita melihat keluarga kita dalam kondisi sakaratul maut berlarut – larut.

Tidak ada komentar: