Senin, 22 September 2008

Aneurysma Cerebral ( Published on Kompas, 5 Nov 2004 )

Aneurysma CerebralSi Bom Waktu di Otak
PENINGKATAN kemampuan diagnostik baik dokter maupun peralatan mengakibatkan ditemukannya banyak kasus "baru" dalam dunia kedokteran khususnya di Indonesia. Salah satu kasus yang cukup ramai dibicarakan adalah kasus aneurysma cerebral, yaitu kelainan pembuluh darah (arteri) di otak yang berupa penggelembungan (balloning) dinding pembuluh darah.
Penggelembungan terjadi di percabangan karena dinding pembuluh darah di situ banyak mengalami tekanan akibat turbulensi aliran di percabangan. Karena faktor bawaan dinding pembuluh darah yang lemah, turbulensi menimbulkan perubahan dinding pembuluh darah menjadi seperti balon. Akibat penggelembungan, dinding menjadi lebih tipis sehingga mudah pecah.
Kassel N, pada tahun 1990 menulis bahwa diperkirakan 5 juta orang di Amerika Utara menderita aneurysma, dan sekitar 28.000 orang mengalami pecah (ruptur) dalam hidupnya, sisanya aman-aman saja sampai akhir hayatnya. Meski banyak yang selamat, tetapi bila telah mengalami pecah, hanya 1 dari 3 penderita dapat sembuh sempurna (full recovery).
Penderita aneurysma umumnya orang dewasa berumur di atas 35 tahun, terbanyak di sekitar 50-an tahun. Aneurysma pada usia di bawah 20 tahun, menurut beberapa ahli, sebanyak 2,5 persen dari seluruh kasus aneurysma. Patel dan Richardson pada tahun 1971 menemukan 58 kasus aneurysma pada anak-anak dari 3.000 kasus aneurysma di Atkinson-Morley Hospital London.
Insiden aneurysma di seluruh Indonesia belum tercatat dengan baik, karena terbatasnya sumber daya manusia (dokter ahli bedah saraf/saraf) dan peralatan penunjang. Selama bertugas di Balikpapan, penulis menemui 3 kasus perdarahan yang dicurigai sebagai aneurysma dengan kondisi yang layak rujuk ke Jawa. Setelah dirujuk ke Jakarta, dan diperiksa dengan alat Digital Substraction Angiografi (DSA), 2 kasus positif Aneurysma dan dilakukan operasi. Alat DSA hanya ada di kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya, dan mungkin kota lain yang penulis tidak tahu. Operasi Aneurysma sudah banyak dilakukan di Indonesia.
JIKA tidak pecah, gejala klinis aneurysma sering tidak tampak (asymptomatic). Kondisi inilah yang membuat aneurysma bagaikan bom waktu bagi kita. Sewaktu-waktu dia dapat pecah dan berakibat fatal. Gejala baru tampak apabila aneurysma menekan komponen saraf yang ada di dalam tengkorak. Bila lokasi aneurysma di dekat saraf yang kemudian tertekan, maka akan ada tanda berupa kelainan saraf yang tertekan tersebut.
Jika pecah, aneurysma akan menimbulkan perdarahan subarachnoid, kadang disertai perdarahan intra-cerebral (di dalam jaringan otak). Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan yang berada di rongga di bawah lapisan kedua selaput otak (arachnoid) yang berbentuk seperti sarang laba-laba ( arachne = sarang laba-laba ).
Gejala dan tanda yang muncul berupa sakit kepala hebat, kaku kuduk, kesadaran dapat normal sampai koma tergantung berat dan luasnya perdarahan. Bahkan, jika terjadi vasospasme hebat, penderita dapat langsung mati otak (brain death), yaitu kondisi otak tidak berfungsi, tidak bernapas, tidak ada refleks-refleks, tetapi jantung masih berdenyut. Vasospasme (penyempitan mendadak pembuluh darah sebagai respons tubuh untuk menghentikan perdarahan) terjadi pada 70-90 persen penderita perdarahan ini, dengan rentang waktu mulai saat serangan sampai hari ke-14.
BAGAIMANA mendeteksi kasus ini secara dini? Screening scan otak pada usia 50 tahun ke atas sudah menjadi bagian dari general check up di negara maju. Di Indonesia masih sulit untuk dilakukan hal ini karena tingkat pemahaman tentang kesehatan yang masih rendah. Hanya setidaknya jangan anggap enteng sakit kepala yang disertai kaku kuduk
Pengobatan aneurysma dapat dengan 2 cara, pertama dengan clipping (penjepitan leher balon aneurysma dengan klip). Kedua dengan memasang benda berbentuk kumparan (coil) untuk mengisi rongga aneurysma (coilling). Ada syarat tertentu untuk pemasangan benda ini, seperti leher balon aneurysma yang tidak terlalu lebar sehingga coil tidak lepas. Pemasangan coil ini dapat dilakukan oleh ahli neuroradiologi dengan didampingi dokter bedah saraf.
Peran dokter bedah saraf adalah jika terjadi perdarahan saat coiling, dapat segera dilakukan tindakan operasi clipping. Pengobatan berupa kedua tindakan di atas hanya dilakukan jika kondisi pasien masih baik. Jika kondisi pasien telah sangat buruk atau bahkan sudah mati otak maka tidak bijaksana bila dilakukan tindakan operasi. Mengingat begitu besar risiko yang terjadi apabila kita menyimpan bom waktu berupa aneurysma di dalam kepala kita, maka sudah selayaknya dipikirkan pemeriksaan otak sebagai bagian integral dari general check up.
Dr Dody Priambada SpBS Spesialis Bedah Saraf RS Kanujoso Djatiwibowo, Balikpapan

8 komentar:

legendavatar mengatakan...

good menambah ilmu buat orang awam

Anonim mengatakan...

bisa aneurysma bisa disembuhkan selain dgn metode clipping & coiling?

Dody Priambada Bedah Saraf mengatakan...

@legendaavatar: thaks a lot
@anonim : ga bisa .

Unknown mengatakan...

Tapi dok untuk coiling yg saya dengar bisa terjadi kegagalan seperti pecahnya dinding sel ketika coil di masukkan, jadi merut hemat dokter sebenarnya mana yg lebih baik antara coiling dengan clams

Dody Priambada Bedah Saraf mengatakan...

semua tindakan medis ada resiko. salah satu resiko coiling adalah rupture/pecah pemb darah saat pemasangan coil. bisa juga trombus lepas saat coiling

Anonim mengatakan...

Slmt pagi dokter...
Apakah AVM (Arteriovenous malformation) itu sama dengan aneurysma?
Lalu pengobatan untk penderita AVM sebaiknya bagaimana dok?
Mohon informasinya dok.Terimakasih...

Unknown mengatakan...

Maaf mau tanya dok,, ibu saya kan pernah oprasi coil,, tapi sekarang sering sakit kepala,, penglihatannya juga jadi buram,, apa karna dampak dari oprasi coil ya dok?

Juve85 mengatakan...

Kalau kasus anuerisma dengan ukuran leher 0,92 mm apa masi bisa di lakukan tindakan coilling dok. Mohon pencerahannya